Saya dilahirkan dan dibesarkan di sebuah desa pedalaman Pidie (salah satu kabupaten yang berada di Aceh), anak laki-laki ke-2 dari 5 bersaudara dari keluarga petani biasa yang kehidupan serba pas-pasan. Pria desa yang pernah punya mimpi ingin kuliah, namun sayang karena keterbatasan biaya harus menguburkan semua impian yang pernah di ukir ketika kecil. Sampai sekarang kuliah itu bagi saya hanya ada dalam mimpi yang harus saya pendam sedalam-dalamnya.
Menyelesaikan sekolah SMU (SLTA) di pedalaman, SMU yang mempunyai gelar bodrex. Gelar itu semata-mata bukanlah gelar yang bagus ketika di labelkan kepada salah satu sekolah, namun gelar yang sebenarnya bisa dikatakan sebagai gelar yang membuat para guru sakit kepala karena para anak didiknya yang harus berjuang untuk bisa bersekolah dengan sering bolos untuk bekerja demi mendapatkan uang 5.000 rupiah yang dipergunakan untuk membayar SPP dan selebihnya bisa menjadi uang saku. Walau sekolah itu berlebel lain dari yang lain, saya merasa bangga bisa mengenal para sahabat yang selalu berbagi dan mendapatkan para guru yang tidak pernah lelah dalam membimbing kami walau dalam keadaan apapun.
Perjalanan semasa sekolah bukanlah hal yang membahagiakan jika mengingat setiap pagi harus menerima sarapan pagi (bukan nasi, melainkan tendangan sepatu PDL para aparat TNI/POLRI) disaat daerah ini masih bergejolak dalam dalam masa konflik.
Pupusnya harapan untuk bisa merasakan belajar di perguruan tinggi, membuat saya harus memutar haluan untuk bekerja sebagai penjaga toko sebuah toko grosir rempah-rempah demi diri sendiri dan kelangsungan sekolah adik di kampung. Saya merasa bangga walau hanya sebagai penjaga toko, karena itu adalah keringat sendiri tanpa harus mengambil yang bukan hak kita.
Beberapa bulan menjadi penjaga toko, peristiwa maha dahsyat Tsunami melanda Aceh, yang meluluh-lantakan sebagian besar Aceh. Peristiwa ini meninggalkan derita yang dalam, hilangnya sang ibunda tercinta dan seorang adik yang masih kecil beserta keluarga besar, namun saya masih bersyuur karena Allah masih memberikan kesempatan bagi saya untuk tetap bisa melanjutkan hidup di dunia ini. Setelah peristiwa ini berlalu ada satu hikmah yang saya rasakan, berawal dari keikhlasan menerima semua ini dan ikhlas membantu sesama. Saya membantu membersihkan sebuah toko penjualan komputer yang tanpa digaji 1000 rupiah pun, namun karena saya tidak mempunyai tempat tinggal lagi (tempat saya bekerja dulu juga habis terbawa arus) saya memberanikan diri untuk mengutarakan sebuah kata "Pak, peu jeut loen tingggai bak teumpat droeneuh, seulama loen tinggai bak teumpat droenueh euntreuk akan lon bantu peu yang jeut loen bantu" (Pak, bisakah saya tinggal di tempat bapak, selama saya tinggal di tempat bapak nanti saya akan membantu apa yang bisa saya bantu) alhamdulliah sambutan bapak tersebut luar biasa baiknya dengan memberi izin saya tinggal di situ.
Waktu terus berjalan, saya hanya jadi sebagai pelayan yang kerjaan saya hanya membersihkan toko dan membeli makan para pekerja dan saya juga tidak digaji. Namun, saya pergunakan waktu sebaik mungkin untuk belajar cara mengoperasikan komputer otodidaks. Hingga waktu terus bergulir, seorang teman memperkenalkan distro linux mandrakmove dan knopix di tahun 2005. Namun, sayangnya itu ototidaks juga harus saya pelajari selama 3 bulan hingga saya tidak mendapatkan apa-apa karena tidak tau mau ngapain dengan distro tersebut.
Perjalanan terus berlanjut hingga di akhir tahun 2010 saya memutuskan untuk menggunakan linux dan mempelajarinya sendiri tanpa ada seorang teman yang mengajari. Dengan banyaknya distro linux, membuat saya harus mencoba beberapa distro linux hingga akhirnya saya merasa nyaman dengan Debian. Sampai disini saya melanjutkan pencarian informasi mengenai linux yang ada di Indonesia, saya mendapatkan sebuah link yang mengarahkan saya ke web BlankOn. Kala itu saya masih awam (sekarang saya rasa masih awam juga mengenai linux :) ), saya bangga melihat ada distro linux turunan yang dikembangkan anak bangsa. Dari situ timbul keinginan saya untuk bisa minimal membantu, hingga saya terus melihat dan menglihat perkembangan BlankOn dan pada akhirnya di awal tahun ini (2012) saya memutuskan untuk belajar dan membantu dalam pengembangan BlankOn dengan skill apa adanya.
Terima kasih saya ucapkan untuk para pendekar BlankOn yang selalu membantu/membimbing saya untuk terus belajar.
*** Coretan ini hanya sebuah goresan di blog pribadi saya, yang tulisannya tidak jelas mungkin jauh dari standar EYM harap memaklumi bagi yang membacanya.
Banda Aceh, 21 Ramadhan 1433 H.
6 comments
Click here for commentsSalut!
ReplyTerima Kasih Pak :)
ReplyMantap adoun, lanjutkan perjuangan.
ReplyTerima Kasih aduen,
Replymari bersama2 melanjutkan
Mantap Aduen story dron.
Replylanjutkan semangat-mu :)
Terima kasih aduen :)
ReplyConversionConversion EmoticonEmoticon